Acid Rain (Hujan Asam)
What is Acid Rain? (Apa itu Hujan Asam?)
Banyak dari kita
yang sering mendengar hujan asam. Namun banyak dari kita juga tidak mengetahui
apa itu hujan asam serta perbedaan hujan asam dengan hujan air biasa. Serta
tidak mengetahui bahaya dan cara pencegahan hujan asam. Masalah hujan asam tidak
hanya meningkat sejalan dengan pertumbuhan populasi dan industri tetapi telah
berkembang menjadi luas. Penggunaan cerobong asap yang tinggi untuk mengurangi
polusi lokal berkontribusi dalam penyebaran hujan asam, karena emisi gas yang
dikeluarkannya akan masuk ke sirkulasi udara regional yang memiliki jangkauan
lebih luas.
Seringkali hujan asam, terjadi di
daerah yang jauh dari lokasi sumbernya, dimana daerah pegunungan cenderung
memperoleh lebih banyak karena tingginya curah hujan disini. Tapi polusi yang
menyebabkan hujan asam yaitu sulfur dioksida dan nitrogen oksida dapat
membahayakan dan merusak kesehatan manusia. Gas-gas ini di atmosfer
berinteraksi untuk membentuk sulfat halus dan partikel nitrat yang dapat dibawa
hingga jarak yang jauh oleh angin dan terhirup jauh ke dalam paru-paru manusia.
Partikel halus juga bisa menembus ruangan (Nadhifah, 2013).
Hujan secara alami bersifat asam
dengan pH sedikit di bawah 6 dan karbondioksida (CO2) di udara terbawa dan larut dalam air hujan
membentuk asam lemah. Jenis asam ini sangat bermanfaat karena membantu
melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang.
Air hujan dengan pH <5,6 didefinisikan sebagai hujan asam. Hujan asam dapat
disebabkan oleh proses alam, misalnya emisi gas gunung api dan aktivitas
manusia (Matahelumual, 2010).
Polutan asam dihilangkan dari atmosfer melalui deposisi
basah (wet deposition) dan deposisi kering (dry deposition), keseluruhan proses
ini dikenal dengan nama deposisi asam. Penghilangan polutan asam melalui hujan
dikenal dengan istilah hujan asam. Dengan kata lain deposisi asam terdiri dari
hujan asam, deposisi kering uap asam dan partikel-partikel asam, serta pembersihan
basah (kabut asam, awan intersepsi).
Sumber utama deposisi asam
adalah sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx)
dibebaskan ke atmosfer melalui pembakaran bahan bakar fosil. Oksida-oksida ini
ditransformasi menjadi asam sulfat dan asam nitrat melalui serangkaian reaksi
kompleks dan dihilangkan dari atmosfer ke permukaan bumi melalui proses
deposisi basah (hujan, salju, dan kabut) dan deposisi kering (gas dan aerosol).
Hasilnya deposisi asam tersebut mengakibatkan kerusakan lingkungan yang serius
terhadap lingkungan perairan dan ekosistem daratan, peninggalan bersejarah dan
kcrusakan struktur bangunan (Gusnita, 2003).
A. Pengertian Hujan Asam
Hujan asam ialah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal
ini terjadi apabila asam di udara larut dalam butir-butir air di awan. Jika
hujan turun dari awan itu, air hujan bersifat asam. Asam itu terhujankan atau rain-out. Hujan asam dapat pula terjadi
karena hujan turun melalui udara yang mengandung asam sehingga asam itu
terlarut ke dalam air hujan dan turun ke bumi. Asam itu tercuci atau wash-out. Hujan asam dapat terjadi di
daerah yang sangat jauh dari sumber pencemaran. Masalah hujan asam terjadi
dilapisan atmosfer rendah, yaitu di troposfir. Asam yang terkandung dalam hujan asam ialah
asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (HNO)3,
keduanya merupakan asam kuat. Asam sulfat berasal dari gas SO2 dan
asam nitrat dari gas NOx.
Sekitar 50% SO2 yang ada dalam atmosfer di
seluruh dunia adalah alamiah, antara lain, dari letusan gunung dan kebakaran
hutan yang alamiah. Yang 50% lainnya adalah antropogenik, yaitu berasal dari
kegiatan manusia, terutama dari pembakaran bahan bakar fosil (BBF) dan
peleburan logam. Di daerah yang banyak mempunyai industri dan lalu lintas berat
bagian SO2 yang antropogenik lebih tinggi daripada 50 %. BBF
terbentuk jutaan tahun yang lalu dari makhluk hidup yang setelah mati mengalami
proses fosilisasi. Semua makhluk hidup mengandung belerang dan belerang itu
tinggal dalam BBF. Minyak mentah mengandung BBF antara 0,1% sampai 3% dan
teroksidasi menjadi belerang dioksida (SO2) dan lepas ke udara. Oksida belerang
itu selanjutnya berubah menjadi asam sulfat.
Seperti halnya SO2, 50% NOx dalam atmosfer
adalah alamiah dan 50% antropogenik. Pembakaran BBF juga merupakan sumber
terbesar NOx sehingga di negara dengan industri maju bagian NOx yang
antropogenik lebih besar daripada yang alamiah. Pada waktu pembakaran BBF,
sebagian NOx berasal dari nitrogen yang terkandung dalam BBF yang teroksidasi
menjadi NOx. Sebagian lagi berasal dari nitrogen yang terdapat dalam udara yang
terdiri dari 80% gas nitrogen. Pembakaran BBF mengoksidasi 5-40% nitrogen dalam
minyak berat dan 100% nitrogen dalam minyak ringan dan gas. Makin tinggi suhu pembakaran,
makin banyak NOx yang terbentuk (Soemarwoto, 1992).
Instalasi pembangkit listrik dan transpor dengan
kendaraan bermotor merupakan sumber utama NOx. Di negara sedang berkembang
transpor merupakan sumber NOx yang lebih besar daripada pusat pembangkit listrik
(Saruji, 1995).
NOx juga berasal aktivitas jasad renik tanah yang
untuk kehidupannya menggunakan senyawa organik yang mengandung N. Oksida N itu merupakan
hasil samping aktifitas jasad renik itu. Di dalam tanah pupuk N yang tidak
terserap oleh tumbuhan juga mengalami perombakan kimia-fisik, biologik dan
menghasilkan oksida N. Karena makin banyak digunakan pupuk N, makin tinggi pula
produksi oksida tersebut. Di dalam udara sebagian dari oksida N itu berubah.
Sumber asam nitrat yang lain adalah amoniak (NH3).
NH3 sebenarnya bersifat basa, tetapi di dalam tanah sebagian NH3
mengalami proses nitrifikasi menjadi asam nitrat. Sumber utama NH3
adalah pertanian dan peternakan, yaitu pupuk dan kotoran ternak. NH3
ialah gas yang tercium menyengat hidung pada waktu kita masuk kedalam kandang ternak
ataupun WC. Di negara maju, 80-90% emisi NH3 berasal dari sumber ini
dan sisanya dari industri dan transpor, kotoran manusia dan hewan liar serta
dari tanah. Kira-kira 35-45% nitrogen total dalam kotoran hewan lepas ke udara
sebagai NH3. Emisi dari kotoran ternak diperkirakan 22-30 juta ton/tahun.
Mengingat kotoran hewan merupakan sumber NH3
yang penting, dapatlah dikatakan bahwa makin banyak peternakan, makin tinggi
pula produksi asam nitrat. Karena itu, disamping dari pembakaran BBF untuk
transpor dan industri, peternakan merupakan pula penyumbang hujan asam yang penting.
Pupuk N pun di dalam tanah mengalami proses mikrobiologi dan kimia fisik.
Sebagian dari pupuk itu menguap sebagai NH3. Di daerah iklim sedang
sampai 20% N urea dapat hilang sebagai NH3 dan amonium sulfat sampai
15%. Di daerah tropik, sampai 40-60% N urea yang dipakai di sawah dapat hilang
sebagai NH3. Kehilangan N itu dipengaruhi oleh berbagtai faktor,
antara lain, pH tanah yang tinggi, kondisi kering dan panas serta angin yang
kuat memperbesar kehilangan N tersebut (Yatim, 2007).
B.
Proses Terjadinya Hujan Asam
Deposisi asam umumnya
disebabkan oleh polutan sekunder
yang dibentuk dari oksidasi gas nitrogen
oksida (NO) atau sulfur dioksida (SO2) yang dibebaskan ke atmosfer. Proses perubahan gas menjadi asam terjadi selama beberapa hari, dan selama waktu tersebut polutan dapat berpindah ratusan kilometer
dari sumber aslinya. Sumber terbesar
sulfur, terutama berasal dari:
1.
Pembakaran batubara mengandung 2-3 % sulfur dan kemudian
sulfur tersebut pada saat dibakar akan teroksidasi menjadi SO.
2.
Peleburan bijih logam yang mengandung sulfur untuk menghasilkan
logam murni. Logam-logam seperti seng, nikel dan tembaga umumnya mengandung
sulfur.
3.
Letusan gunung berapi, dapat menambah jumlah sulfur dalam
suatu area.
4.
Pcmbusukan bahan organik.
Setelah dibebaskan ke
atmosfer, SO2 dapat terdepositkan di permukaan bumi dalam bentuk dry
deposisi atau menjalani reaksi kimia untuk menghasilkan asam dalam untuk wet deposisi.
Sedangkan 95% sumber nitrogen oksida di atmosfer berasal dari aktivitas
manusia, 5% sisanya berasal dari proses-proses alami. Sumber utama
nitrogen oksida, adalah :
1.
Pembakaran bahan bakar minyak, batu bara dan gas
2.
Aktivitas bakteri di dalam tanah
3.
Kebakaran hutan
4.
Kegiatan gunung berapi
5.
Petir
Kombinasi dari kedua
polutan-polutan primer ini cukup menarik perhatian karena keduanya terjadi bersamaan
pada beberapa keadaan. Keduanya seringkali dihasilkan secara simultan dari
sumber yang sama, contohnya: selama pembakaran bahan bakar minyak yang mengandung
sulfur.
Reaksi kimia yang mengarah pada pembentukan hujan asam dimulai dengan adanya energi sinar
matahari dalam bentuk foton yang bertumbukan dengan molckul ozon (O3)
untuk membentuk oksigen bebas dan atom oksigen tunggal yang reaktif. Atom
oksigen ini bereaksi dengan molekul air untuk mcnghasilkan muatan listrik negatif
4 berupa radikal hidroksil (OH).
Selanjutya radikal hidroksil tersebut berperan dalam
mengoksidasi sulfur dioksida dan nitrogen dioksida untuk menghasilkan asam
sulfat dan asam nitrat. Sclanjutnya asam nitrat dapat memicu reaksi selanjumya
dengan membebaskan radikal hidroksil dan untuk meningkatkan jumlah asam sulfat.
Asam-asam tersebut biasanya mencapai tanah dalam bentuk
titik-titik air di awan sebagai hujan. Walaupun demikian asam sulfat dapat terkondensasi
untuk membentuk titik-titik air mikroskopik yang memberikan sumbangan terhadap
kabut asam. Beberapa partikel akan tertinggal di tanah atau vegetasi yang dapat
menyerap gas SO secara langsung dari atmosfer.
Proses yang terakhir ini telah diterangkan sebagai dry
deposisi. Dampak polusi yang disebabkan oleh aktivitas manusia, khususnya
pembakaran batubara, telah diakui selama berabad-abad, meskipun keterkaitannya
dengan hujan asam belum diketahui hingga abad ke-19. Di Inggris masa pemerintahan
raja Edward I, penggunaan batubara di tepi pantai sangat dilarang dan bahkan
diancam hukuman mati. Sebagian besar polutan di atmosfer berkaitan dengan
proses industri, contohnya asap dari pabrik, SO3 dan NO, dari
pembangkit tenaga, serbuk sari dari aktivitas tanaman, debu dari konstruksi
bangunan. Dari emisi-emisi tersebut yang berasal dari pabrik dan stasiun pembangkit
mcmiliki jaringan dengan hujan asam (Gusnita,2003).
C. Dampak Hujan Asam
Hujan asam berdampak
terhadap kesehatan, hutan, pertanian, ekosistem akuatik dan material.
1.
Kesehatan
Hujan asam mempengaruhi kesehatan melalui tiga cara,
yaitu pertama efek jangka pendek karena menghirup udara yang tercemar berat;
efek jangka panjang karena menghirup udara yang tercemar sedang atau ringan;
efek tidak langsung karena terexposed pada logam berat seperti alumunium dan logam
berat lain yang terbebaskan dari zarah tanah pada pH yang rendah, akumulasi
logam berat melalui rantai makanan dan terlarutnya logam berat dari pipa air
yang terbuat dari timbal atau tembaga.
2.
Hutan
Dampak terhadap hutan dan
pertanian sebagian karena pH tanah turun. Penurunan pH tanah dan air danau
dipengaruhi kemampuan tanah dan air untuk menetralisir asam tersebut. Daya
netralisasi asam itu ditentukan oleh adanya zat yang dapat menetralisir asam,
misalnya, kalsium karbonat (CaCO3) dan humus. Jika ada kalsium karbonat ion H+
bereaksi dengan zat itu dan diubah menjadi air, karbonat dan CO2. Kerusakan
hutan oleh hujan asam gejalanya berbeda dengan gejala kerusakan oleh kekeringan
dan serangan hama atau penyakit. Kerusakan dan kematian hutan disebut Forest
Dieback atau Waldsterben. Kematian hutan mengakibatkan naiknya resiko terjadinya
tanah longsor dan juga kelonggaran salju pada musim dingin, yang sangat
berbahaya bagi penduduk dan wisatawan.
Proses terjadinya kerusakan
dapat dikelompokan menjadi enam yaitu :
a. Stres
Umum
Pencemaran udara
telah menghambat fotosintesis dan immobilisasi hasil fotosintesis dengan
pembentukan metabolit sekunder yang potensial beracun. Sebagai akibatnya
akar kekurangan energi, karena hasil fotosintesis tertahan di tajuk.
Sebaliknya tajuk mengakumulasi zat yang potensial beracun. Dengan
demikian pertumbuhan akar dan mikoriza (jamur yang tumbuh secara
simbiotik dengan akar) terhambat serta daun menguning dan rontok. Pohon
menjadi lemah dan mudah terserang oleh penyakit dan hama serta mudah
ambruk terkena angin.
b. Penurunan
pH
Tanah-Keracunan Aluminium
Penurunan pH menyebabkan terlepasnya alumunium dari zarah tanah
dan menimbulkan keracunan. Akar yang halus mengalami nekrosis sehingga
penyerapan hara dan air terhambat. Hal ini menyebabkan pohon kekurangan
air dan hara serta akhirnya mati.
c. Peracunan
oleh gas SO2
Gas ini menyebabkan daun
menjadi kuning dan cokelat.
d. Kekurangan
magnesium
Pada analisis daun menunjukkan kadar magnesium yang rendah. Magnesium
adalah sebuah unsur hara yang esensial sehingga kadar yang rendah dalam daun
itu menunjukkan, pohon menderita kekurangan magnesium. Kekurangan magnesium disebabkan
oleh pencucian magnesium dari tanah karena pH yang rendah dan rusaknya daun.
Kerusakan daun menyebabkan pula tercucinya magnesium dari daun.
e.
Kelebihan hara
Udara yang tercemar juga
mengandung unsur hara sehingga dalam jangka waktu yang panjang terjadilah
kelebihan unsur hara, terutama nitrogen. Kelebihan nitrogen memacu pertumbuhan
yang berlebihan sehingga pohon membutuhkan lebih banyak unsur
hara yang lain dan karena itu dapat menyebabkan kekurangan unsur hara
tertentu. Kelebihan nitrogen juga menyebabkan penghambatan atau
nekrosis pada mikoriza; kenaikan kepekaan terhadap suhu dibawah titik
beku; kenaikan kerentanan terhadap penyakit jamur pada akar; perubahan
dalam nitrifikasi dan penambatan nitrogen dari udara.
f. Zat
organik pengatur tumbuh
Contoh zat ini ialah etilen dan anilin. Pencemaran ini berasal
dari industri yang memproduksi berjenis pestisida, herbisida dan zat
pengatur tumbuh. Gejala peracunan oleh zat itu ialah daun menjadi
berwarna coklat, rontoknya daun yang masih berwarna hijau dan
kematian pohon dewasa. Pengamatan menunjukkan adanya kandungan
NH4 dan aluminium lebih tinggi di hutan yang mengalami kerusakan
daripada yang sehat dan kandungan Mg, Ca dan Kalium yang lebih rendah.
Dalam keadaan demikian hutan yang rusak mengalami kelebihan nitrogen
sehingga pertumbuhannya dipacu, sedangkan unsur hara Mg, Ca dan K
tidak mencukupi untuk memenuhi laju pertumbuhan yang tinggi itu (ingat
hukum minimum). Hutan itu juga mengalami keracunan aluminium.
3.
Pertanian
Hasil padi dapat turun sampai 30% karena hujan asam.
Karena besarnya laju pertumbuhan industri dan transpor, ada kemungkinan telah
terjadi kenaikan kadar SO2 sampai pada kadar yang menyebabkan keracunan kronik
dan penurunan hasil pertanian tanpa adanya gejala morfologik dan kasat mata
pada tanaman.
4.
Ekosistem akuatik
Hujan asam yang
berkepanjangan akan mempengruhi pH air ekosistem akuatik. Karena kehidupan
organisme hidup akuatik sangat dipengaruhi oleh pH air tempat hidupnya, hujan
asam mempunyai pengaruh yang besar terhadap biologi ekosistem akuatik. Hujan
asam menurunkan populasi ikan, tumbuhan akuatik dan jasad renik. Menjadi
asamnya air danau dapat juga menyebabkan kepunahan jenis. Di samping efeknya
terhadap pH, hujan asam juga memperkaya danau dengan unsur hara, khususnya nitrogen.
Sebagai akibatnya dapatlah terjadi apa yang disebut eutrofikasi, yaitu penyuburan
perairan. Eutrofikasi menimbulkan kesulitan, karena terjadinya pertumbuhan
plankton yang berlebihan sehingga plankton itu saling meneduhi dari sinar
matahari dan terjadilah kematian massal plankton (Odum, 1996). Jika ini terjadi
oksigen dalam air habis terpakai dalam proses pembusukan biomassa yang mati itu
dan mengakibatkan kematian ikan dan organisme.
5.
Material
Hujan asam mempunyai dampak
penting terhadap berbagai jenis material. Logam, bangunan baru, keramik dan
gelas, cat, kertas, bahan fotografi, tekstil, kulit dan karet terpengaruh oleh
oksida belerang, oksida nitrogen dan zat pencemar udara lainnya. Sebagian
kerusakan ini disebabkan oleh deposisi kering asam sulfat yang berasal dari
transpor dalam kota dan dari industri (Yatim, 2007).
D. Pengendalian Hujan Asam
Usaha untuk menanggulangi pencemaran dari
pembakaran BBF di pabrik dan instalasi listrik adalah dengan membangun
cerobong asap yang tinggi. Dengan cerobong yang tinggi itu daerah
sekitar pabrik dan pusat pembangkit listrik menderita sedikit atau
bahkan bebas dari pencemaran. Tetapi, zat pencemar itu terbawa oleh angn ke
tempat yang jauh. Jika jumlah zat pencemarnya sedikit, cara ini baik karena
dengan penyebaran itu terjadi pengenceran zat pencemar. Akan tetapi,
dengan makin banyaknya zat pencemar yang diproduksi, efek pengenceran
tidak lagi cukup sehingga daerah yang jauh akhirnya menderita juga.
Jadi, cerobong tinggi sebenarnya mempunyai efek membuang zat pencemar ke
halaman tetangga. Mengendalikan hujan asam ialah menggunakan
bahan bakar yang mengandung sedikit zat pencemar, menghindari terjadinya
zat pencemar pada waktu pembakaran, menangkap zat pencemar dari
gas buangan dan penghematan energi.
1.
Bahan Bakar dengan Kandungan Belerang
Rendah
Kandungan belerang dalam bahan bakar bervariasi.
11% cadangan minyak dunia, mengandung kandungan belerang yang tinggi
antara 1,4-1,6%. Dengan demikian, dunia sebagian besar tergantung pada
minyak yang mengandung kadar belerang yang tinggi. Penggunaan gas
alam akan mengurangi emisi zat pembentuk asam, akan tetapi kebocoran gas
ini melalui pipa dan tempat lain menambah emisi metan, yang
merupakan gas rumah kaca yang kuat. Usaha lain lagi ialah untuk
menggunakan bahan bakar alternatif yang tidak mengandung belerang dan
nitrogen, antara lain, metanol, etanol dan hidrogen. Akan tetapi, penggantian
haruslah dilakukan dengan hati-hati, karena penggantian itu dapat memecahkan
satu masalah, tetapi menimbulkan masalah lain.
Contohnya ialah metanol yang pada pembakaran menghasilkan
dua sampai lima kali lebih banyak formaldehide daripada pembakaran
bensin. Zat ini diketahui mempunyai sifat karsinogenik (penyebab kanker).
Apabila metanol itu diproduksi dari batu bara, proses produksi dan
pembakaran metanol menghasilkan 20-160% lebih banyak CO2 daripada bensin,
yang juga merupakan gas rumah kaca.
2.
Mengurangi Kandungan Belerang
sebelum Pembakaran
Kadar belerang dalam bahan bakar dapat dikurangi
dengan menggunakan teknologi tertentu. Dalam proses produksi
batubara, batubara biasa dicuci. Proses pencucian itu, yang bertujuan
untuk membersihkan batubara dari pasir, tanah dan kotoran lain,
juga mengurangi kadar belerang yang berupa pirit (belerang dalam bentuk
besi sulfida) sampai 50- 90%. Untuk mengurangi kadar belerang organik
dalam batubara lebih sulit dan memerlukan teknologi yang lebih
canggih.
3.
Pengendalian Pencemaran selama Pembakaran
Beberapa teknologi untuk
mengurangi emisi SO2 dan NOx pada waktu pembakaran telah
dikembangkan. Salah satu teknologi itu ialah lime injection in
multiple burners (LIMB). Dengan teknologi ini, emisi SO2 dapat dikurangi sampai 80%
dan NOx 50%. Dalam teknologi ini, kapur diinjeksikan ke dalam dapur pembakaran
dan suhu pembakaran diturunkan dengan menggunakan alat pembakar khusus. Kapur akan bereaksi dengan belerang dan membentuk gypsum
(kalsium sulfrat dihidrat). Penurunan suhu mengakibatkan penurunan pembentukan
NOx, baik dari nitrogen yang ada dalam bahan bakar maupun dari
nitrogen udara.
4.
Pengendalian setelah Pembakaran
Zat pencemar dapat pula dikurangi dari gas limbah
hasil pembakaran. Teknologi yang sudah banyak dipakai ialah flue-gas
desulfurization (FGD). Prinsip teknologi ini ialah untuk mengikat SO2
di dalam gas limbah di cerobong asap dengan absorben, yaitu yang
disebut scrubbing. Dengan cara ini, 70-95% SO2 yang terbentuk
dapat diikat. Kerugian cara ini ialah terbentuknya limbah. Akan tetapi,
limbah itu dapat pula diubah menjadi gipsum yang dapat digunakan
dalam berbagai industri. Sebuah cara lain ialah untuk menggunakan amonia
sebagai zat pengikatnya sehingga limbah yang dihasilkan dapat digunakan
sebagai pupuk. Cara khusus untuk mengurangi emisi NOx ialah
dengan Reduksi Katalitik Selektif (Selective Catalytic Reduction =
SCR). Dengan cara ini 80 – 90 % NOx diubah menjadi nitrogen elementer
yang dapat dilepas ke udara dengan tidak menimbulkan masalah.
Akan tetapi SCR lebih mahal dari pada penggunaan pembakaran khusus
dengan suhu rendah.
Perhatian juga harus
diberikan pada pencemaran yang disebabkan oleh transpor, karena transpor
merupakan sumber 33 – 50 % dari pencemaran total. Metode yang paling
banyak digunakan ialah pengubahan katalitik (Catalytic Converter). Akan tetapi
alat ini hanya berguna pada kendaraan dengan BBM benzin dan tidak pada
mesin diesel. Alat ini juga tidak dapat digunakan pada benzin yang mengandung
timbal (Pb) sehingga tidak dapat digunakan pada negara yang masih
menggunakan bensin ini, seperti di Indonesia. Namun karena timbal merupakan
zat pencemar yang beracun, oleh negara maju kendala ini justru
dimanfaatkan untuk mengurangi pencemaran Pb dengan memproduksi benzin
tanpa timbal. Beberapa negara malahan melarang penggunaan benzin dengan
Pb. Pengubahan catalytic yang dipasang pada knalpot menggunakan campuran
platinum dan rhodium sebagai katalisator. Pengubah itu mengubah CO (karbon monoksida)
dan HC (hidrokarbon) menjadi karbon dioksida dan air serta mereduksi
NOx menjadi gas nitrogen. Dengan alat ini emisi CO,
HC, dan NOx dapat dikurangi sampai 90 %. Kelemahan pengubah
ini ialah alat itu rumit dan memerlukan pengendalian yang baik
campuran udara/bahan bakar pada pembakaran, dan alat ini juga cukup
mahal (Yatim, 2007).
Daftar
Pustaka
Gusnita, D., (2003), Deposisi Asam dan Dampaknya Terhadap Lingkungan, Berita Dirgantara,
1 (3): 21-30.
Matahelumual,
B.C., (2010), Potensi Terjadinya Hujan
Asam di Kota Bandung, Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, 2(1): 59-70.
Nadhifah, (2013), Pengertian dan Ciri-Ciri Hujan Asam, Kompasiana (terbit:
12/05/2013).
Odum, E.P., (1996), Dasar-dasar Ekologi
(Indonesia Edition), Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Saruji, D., (1995), Pencemaran Udara (SO2, CO dan Pb) Oleh Gas Buang Kendaraan Bermotor,
Konferensi Nasional XII PSL di Semarang 11 – 13 Januari 1995.
Soemarwoto, O., (1992), Indonesia
dalam Kancah Isu Lingkungan Global, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.
Yatim, E.M.,
(2007), Dampak dan Pengendalian Hujan
Asam di Indonesia, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(1): 146-150.
Comments
Post a Comment