Acid Rain (Hujan Asam)

What is Acid Rain? (Apa itu Hujan Asam?)

Banyak dari kita yang sering mendengar hujan asam. Namun banyak dari kita juga tidak mengetahui apa itu hujan asam serta perbedaan hujan asam dengan hujan air biasa. Serta tidak mengetahui bahaya dan cara pencegahan hujan asam. Masalah hujan asam tidak hanya meningkat sejalan dengan pertumbuhan populasi dan industri tetapi telah berkembang menjadi luas. Penggunaan cerobong asap yang tinggi untuk mengurangi polusi lokal berkontribusi dalam penyebaran hujan asam, karena emisi gas yang dikeluarkannya akan masuk ke sirkulasi udara regional yang memiliki jangkauan lebih luas.
Seringkali hujan asam, terjadi di daerah yang jauh dari lokasi sumbernya, dimana daerah pegunungan cenderung memperoleh lebih banyak karena tingginya curah hujan disini. Tapi polusi yang menyebabkan hujan asam yaitu sulfur dioksida dan nitrogen oksida dapat membahayakan dan merusak kesehatan manusia. Gas-gas ini di atmosfer berinteraksi untuk membentuk sulfat halus dan partikel nitrat yang dapat dibawa hingga jarak yang jauh oleh angin dan terhirup jauh ke dalam paru-paru manusia. Partikel halus juga bisa menembus ruangan (Nadhifah, 2013).
Hujan secara alami bersifat asam dengan pH sedikit di bawah 6 dan karbondioksida (CO2) di udara terbawa dan larut dalam air hujan membentuk asam lemah. Jenis asam ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mi­neral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tum­buhan dan binatang. Air hujan dengan pH <5,6 didefinisikan sebagai hujan asam. Hujan asam dapat disebabkan oleh proses alam, misalnya emisi gas gunung api dan aktivitas manusia (Matahelumual, 2010).
Polutan asam dihilangkan dari atmosfer melalui deposisi basah (wet deposition) dan deposisi kering (dry deposition), keseluruhan proses ini dikenal dengan nama deposisi asam. Penghilangan polutan asam melalui hujan dikenal dengan istilah hujan asam. Dengan kata lain deposisi asam terdiri dari hujan asam, deposisi kering uap asam dan partikel-partikel asam, serta pembersihan basah (kabut asam, awan intersepsi).

Sumber utama deposisi asam adalah sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx) dibebaskan ke atmosfer melalui pembakaran bahan bakar fosil. Oksida-oksida ini ditransformasi menjadi asam sulfat dan asam nitrat melalui serangkaian reaksi kompleks dan dihilangkan dari atmosfer ke permukaan bumi melalui proses deposisi basah (hujan, salju, dan kabut) dan deposisi kering (gas dan aerosol). Hasilnya deposisi asam tersebut mengakibatkan kerusakan lingkungan yang serius terhadap lingkungan perairan dan ekosistem daratan, peninggalan bersejarah dan kcrusakan struktur bangunan (Gusnita, 2003). 

A.  Pengertian Hujan Asam
Hujan asam ialah turunnya asam dalam bentuk hujan. Hal ini terjadi apabila asam di udara larut dalam butir-butir air di awan. Jika hujan turun dari awan itu, air hujan bersifat asam. Asam itu terhujankan atau rain-out. Hujan asam dapat pula terjadi karena hujan turun melalui udara yang mengandung asam sehingga asam itu terlarut ke dalam air hujan dan turun ke bumi. Asam itu tercuci atau wash-out. Hujan asam dapat terjadi di daerah yang sangat jauh dari sumber pencemaran. Masalah hujan asam terjadi dilapisan atmosfer rendah, yaitu di troposfir.  Asam yang terkandung dalam hujan asam ialah asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (HNO)3, keduanya merupakan asam kuat. Asam sulfat berasal dari gas SO2 dan asam nitrat dari gas NOx.
Sekitar 50% SO2 yang ada dalam atmosfer di seluruh dunia adalah alamiah, antara lain, dari letusan gunung dan kebakaran hutan yang alamiah. Yang 50% lainnya adalah antropogenik, yaitu berasal dari kegiatan manusia, terutama dari pembakaran bahan bakar fosil (BBF) dan peleburan logam. Di daerah yang banyak mempunyai industri dan lalu lintas berat bagian SO2 yang antropogenik lebih tinggi daripada 50 %. BBF terbentuk jutaan tahun yang lalu dari makhluk hidup yang setelah mati mengalami proses fosilisasi. Semua makhluk hidup mengandung belerang dan belerang itu tinggal dalam BBF. Minyak mentah mengandung BBF antara 0,1% sampai 3% dan teroksidasi menjadi belerang dioksida (SO2) dan lepas ke udara. Oksida belerang itu selanjutnya berubah menjadi asam sulfat.
Seperti halnya SO2, 50% NOx dalam atmosfer adalah alamiah dan 50% antropogenik. Pembakaran BBF juga merupakan sumber terbesar NOx sehingga di negara dengan industri maju bagian NOx yang antropogenik lebih besar daripada yang alamiah. Pada waktu pembakaran BBF, sebagian NOx berasal dari nitrogen yang terkandung dalam BBF yang teroksidasi menjadi NOx. Sebagian lagi berasal dari nitrogen yang terdapat dalam udara yang terdiri dari 80% gas nitrogen. Pembakaran BBF mengoksidasi 5-40% nitrogen dalam minyak berat dan 100% nitrogen dalam minyak ringan dan gas. Makin tinggi suhu pembakaran, makin banyak NOx yang terbentuk (Soemarwoto, 1992).
Instalasi pembangkit listrik dan transpor dengan kendaraan bermotor merupakan sumber utama NOx. Di negara sedang berkembang transpor merupakan sumber NOx yang lebih besar daripada pusat pembangkit listrik (Saruji, 1995).
NOx juga berasal aktivitas jasad renik tanah yang untuk kehidupannya menggunakan senyawa organik yang mengandung N. Oksida N itu merupakan hasil samping aktifitas jasad renik itu. Di dalam tanah pupuk N yang tidak terserap oleh tumbuhan juga mengalami perombakan kimia-fisik, biologik dan menghasilkan oksida N. Karena makin banyak digunakan pupuk N, makin tinggi pula produksi oksida tersebut. Di dalam udara sebagian dari oksida N itu berubah.
Sumber asam nitrat yang lain adalah amoniak (NH3). NH3 sebenarnya bersifat basa, tetapi di dalam tanah sebagian NH3 mengalami proses nitrifikasi menjadi asam nitrat. Sumber utama NH3 adalah pertanian dan peternakan, yaitu pupuk dan kotoran ternak. NH3 ialah gas yang tercium menyengat hidung pada waktu kita masuk kedalam kandang ternak ataupun WC. Di negara maju, 80-90% emisi NH3 berasal dari sumber ini dan sisanya dari industri dan transpor, kotoran manusia dan hewan liar serta dari tanah. Kira-kira 35-45% nitrogen total dalam kotoran hewan lepas ke udara sebagai NH3. Emisi dari kotoran ternak diperkirakan 22-30 juta ton/tahun.
Mengingat kotoran hewan merupakan sumber NH3 yang penting, dapatlah dikatakan bahwa makin banyak peternakan, makin tinggi pula produksi asam nitrat. Karena itu, disamping dari pembakaran BBF untuk transpor dan industri, peternakan merupakan pula penyumbang hujan asam yang penting. Pupuk N pun di dalam tanah mengalami proses mikrobiologi dan kimia fisik. Sebagian dari pupuk itu menguap sebagai NH3. Di daerah iklim sedang sampai 20% N urea dapat hilang sebagai NH3 dan amonium sulfat sampai 15%. Di daerah tropik, sampai 40-60% N urea yang dipakai di sawah dapat hilang sebagai NH3. Kehilangan N itu dipengaruhi oleh berbagtai faktor, antara lain, pH tanah yang tinggi, kondisi kering dan panas serta angin yang kuat memperbesar kehilangan N tersebut (Yatim, 2007).
B.   Proses Terjadinya Hujan Asam
Deposisi asam umumnya disebabkan oleh polutan sekunder yang dibentuk dari oksidasi gas nitrogen oksida (NO) atau sulfur dioksida (SO2) yang dibebaskan ke atmosfer. Proses perubahan gas menjadi asam terjadi selama beberapa hari, dan selama waktu tersebut polutan dapat berpindah  ratusan kilometer dari sumber aslinya. Sumber terbesar sulfur, terutama berasal dari:
1.      Pembakaran batubara mengandung 2-3 % sulfur dan kemudian sulfur tersebut pada saat dibakar akan teroksidasi menjadi SO.
2.      Peleburan bijih logam yang mengandung sulfur untuk menghasilkan logam murni. Logam-logam seperti seng, nikel dan tembaga umumnya mengandung sulfur.
3.      Letusan gunung berapi, dapat menambah jumlah sulfur dalam suatu area.
4.      Pcmbusukan bahan organik.
Setelah dibebaskan ke atmosfer, SO2 dapat terdepositkan di permukaan bumi dalam bentuk dry deposisi atau menjalani reaksi kimia untuk menghasilkan asam dalam untuk wet deposisi. Sedangkan 95% sumber nitrogen oksida di atmosfer berasal dari aktivitas manusia, 5% sisanya berasal dari proses-proses alami. Sumber utama nitrogen oksida, adalah :
1.      Pembakaran bahan bakar minyak, batu bara dan gas
2.      Aktivitas bakteri di dalam tanah
3.      Kebakaran hutan
4.      Kegiatan gunung berapi
5.      Petir
Kombinasi dari kedua polutan-polutan primer ini cukup menarik perhatian karena keduanya terjadi bersamaan pada beberapa keadaan. Keduanya seringkali dihasilkan secara simultan dari sumber yang sama, contohnya: selama pembakaran bahan bakar minyak yang mengandung sulfur.

Reaksi kimia yang mengarah pada pembentukan hujan  asam dimulai dengan adanya energi sinar matahari dalam bentuk foton yang bertumbukan dengan molckul ozon (O3) untuk membentuk oksigen bebas dan atom oksigen tunggal yang reaktif. Atom oksigen ini bereaksi dengan molekul air untuk mcnghasilkan muatan listrik negatif 4 berupa radikal hidroksil (OH).
Selanjutya radikal hidroksil tersebut berperan dalam mengoksidasi sulfur dioksida dan nitrogen dioksida untuk menghasilkan asam sulfat dan asam nitrat. Sclanjutnya asam nitrat dapat memicu reaksi selanjumya dengan membebaskan radikal hidroksil dan untuk meningkatkan jumlah asam sulfat.
Asam-asam tersebut biasanya mencapai tanah dalam bentuk titik-titik air di awan sebagai hujan. Walaupun demikian asam sulfat dapat terkondensasi untuk membentuk titik-titik air mikroskopik yang memberikan sumbangan terhadap kabut asam. Beberapa partikel akan tertinggal di tanah atau vegetasi yang dapat menyerap gas SO secara langsung dari atmosfer.
Proses yang terakhir ini telah diterangkan sebagai dry deposisi. Dampak polusi yang disebabkan oleh aktivitas manusia, khususnya pembakaran batubara, telah diakui selama berabad-abad, meskipun keterkaitannya dengan hujan asam belum diketahui hingga abad ke-19. Di Inggris masa pemerintahan raja Edward I, penggunaan batubara di tepi pantai sangat dilarang dan bahkan diancam hukuman mati. Sebagian besar polutan di atmosfer berkaitan dengan proses industri, contohnya asap dari pabrik, SO3 dan NO, dari pembangkit tenaga, serbuk sari dari aktivitas tanaman, debu dari konstruksi bangunan. Dari emisi-emisi tersebut yang berasal dari pabrik dan stasiun pembangkit mcmiliki jaringan dengan hujan asam (Gusnita,2003).
C.  Dampak Hujan Asam
Hujan asam berdampak terhadap kesehatan, hutan, pertanian, ekosistem akuatik dan material.
1.    Kesehatan
Hujan asam mempengaruhi kesehatan melalui tiga cara, yaitu pertama efek jangka pendek karena menghirup udara yang tercemar berat; efek jangka panjang karena menghirup udara yang tercemar sedang atau ringan; efek tidak langsung karena terexposed pada logam berat seperti alumunium dan logam berat lain yang terbebaskan dari zarah tanah pada pH yang rendah, akumulasi logam berat melalui rantai makanan dan terlarutnya logam berat dari pipa air yang terbuat dari timbal atau tembaga.
2.    Hutan
Dampak terhadap hutan dan pertanian sebagian karena pH tanah turun. Penurunan pH tanah dan air danau dipengaruhi kemampuan tanah dan air untuk menetralisir asam tersebut. Daya netralisasi asam itu ditentukan oleh adanya zat yang dapat menetralisir asam, misalnya, kalsium karbonat (CaCO3) dan humus. Jika ada kalsium karbonat ion H+ bereaksi dengan zat itu dan diubah menjadi air, karbonat dan CO2. Kerusakan hutan oleh hujan asam gejalanya berbeda dengan gejala kerusakan oleh kekeringan dan serangan hama atau penyakit. Kerusakan dan kematian hutan disebut Forest Dieback atau Waldsterben. Kematian hutan mengakibatkan naiknya resiko terjadinya tanah longsor dan juga kelonggaran salju pada musim dingin, yang sangat berbahaya bagi penduduk dan wisatawan.
Proses terjadinya kerusakan dapat dikelompokan menjadi enam yaitu :
a.       Stres Umum
Pencemaran udara telah menghambat fotosintesis dan immobilisasi hasil fotosintesis dengan pembentukan metabolit sekunder yang potensial beracun. Sebagai akibatnya akar kekurangan energi, karena hasil fotosintesis tertahan di tajuk. Sebaliknya tajuk mengakumulasi zat yang potensial beracun. Dengan demikian pertumbuhan akar dan mikoriza (jamur yang tumbuh secara simbiotik dengan akar) terhambat serta daun menguning dan rontok. Pohon menjadi lemah dan mudah terserang oleh penyakit dan hama serta mudah ambruk terkena angin.
b.    Penurunan pH Tanah-Keracunan Aluminium
Penurunan pH menyebabkan terlepasnya alumunium dari zarah tanah dan menimbulkan keracunan. Akar yang halus mengalami nekrosis sehingga penyerapan hara dan air terhambat. Hal ini menyebabkan pohon kekurangan air dan hara serta akhirnya mati.
c.    Peracunan oleh gas SO2
Gas ini menyebabkan daun menjadi kuning dan cokelat.
d.   Kekurangan magnesium
Pada analisis daun menunjukkan kadar magnesium yang rendah. Magnesium adalah sebuah unsur hara yang esensial sehingga kadar yang rendah dalam daun itu menunjukkan, pohon menderita kekurangan magnesium. Kekurangan magnesium disebabkan oleh pencucian magnesium dari tanah karena pH yang rendah dan rusaknya daun. Kerusakan daun menyebabkan pula tercucinya magnesium dari daun.
e.    Kelebihan hara
Udara yang tercemar juga mengandung unsur hara sehingga dalam jangka waktu yang panjang terjadilah kelebihan unsur hara, terutama nitrogen. Kelebihan nitrogen memacu pertumbuhan yang berlebihan sehingga pohon membutuhkan lebih banyak unsur hara yang lain dan karena itu dapat menyebabkan kekurangan unsur hara tertentu. Kelebihan nitrogen juga menyebabkan penghambatan atau nekrosis pada mikoriza; kenaikan kepekaan terhadap suhu dibawah titik beku; kenaikan kerentanan terhadap penyakit jamur pada akar; perubahan dalam nitrifikasi dan penambatan nitrogen dari udara.
f.     Zat organik pengatur tumbuh
Contoh zat ini ialah etilen dan anilin. Pencemaran ini berasal dari industri yang memproduksi berjenis pestisida, herbisida dan zat pengatur tumbuh. Gejala peracunan oleh zat itu ialah daun menjadi berwarna coklat, rontoknya daun yang masih berwarna hijau dan kematian pohon dewasa. Pengamatan menunjukkan adanya kandungan NH4 dan aluminium lebih tinggi di hutan yang mengalami kerusakan daripada yang sehat dan kandungan Mg, Ca dan Kalium yang lebih rendah. Dalam keadaan demikian hutan yang rusak mengalami kelebihan nitrogen sehingga pertumbuhannya dipacu, sedangkan unsur hara Mg, Ca dan K tidak mencukupi untuk memenuhi laju pertumbuhan yang tinggi itu (ingat hukum minimum). Hutan itu juga mengalami keracunan aluminium.
3.    Pertanian
Hasil padi dapat turun sampai 30% karena hujan asam. Karena besarnya laju pertumbuhan industri dan transpor, ada kemungkinan telah terjadi kenaikan kadar SO2 sampai pada kadar yang menyebabkan keracunan kronik dan penurunan hasil pertanian tanpa adanya gejala morfologik dan kasat mata pada tanaman.
4.    Ekosistem akuatik
Hujan asam yang berkepanjangan akan mempengruhi pH air ekosistem akuatik. Karena kehidupan organisme hidup akuatik sangat dipengaruhi oleh pH air tempat hidupnya, hujan asam mempunyai pengaruh yang besar terhadap biologi ekosistem akuatik. Hujan asam menurunkan populasi ikan, tumbuhan akuatik dan jasad renik. Menjadi asamnya air danau dapat juga menyebabkan kepunahan jenis. Di samping efeknya terhadap pH, hujan asam juga memperkaya danau dengan unsur hara, khususnya nitrogen. Sebagai akibatnya dapatlah terjadi apa yang disebut eutrofikasi, yaitu penyuburan perairan. Eutrofikasi menimbulkan kesulitan, karena terjadinya pertumbuhan plankton yang berlebihan sehingga plankton itu saling meneduhi dari sinar matahari dan terjadilah kematian massal plankton (Odum, 1996). Jika ini terjadi oksigen dalam air habis terpakai dalam proses pembusukan biomassa yang mati itu dan mengakibatkan kematian ikan dan organisme.
5.    Material
Hujan asam mempunyai dampak penting terhadap berbagai jenis material. Logam, bangunan baru, keramik dan gelas, cat, kertas, bahan fotografi, tekstil, kulit dan karet terpengaruh oleh oksida belerang, oksida nitrogen dan zat pencemar udara lainnya. Sebagian kerusakan ini disebabkan oleh deposisi kering asam sulfat yang berasal dari transpor dalam kota dan dari industri (Yatim, 2007).

D.  Pengendalian Hujan Asam
Usaha untuk menanggulangi pencemaran dari pembakaran BBF di pabrik dan instalasi listrik adalah dengan membangun cerobong asap yang tinggi. Dengan cerobong yang tinggi itu daerah sekitar pabrik dan pusat pembangkit listrik menderita sedikit atau bahkan bebas dari pencemaran. Tetapi, zat pencemar itu terbawa oleh angn ke tempat yang jauh. Jika jumlah zat pencemarnya sedikit, cara ini baik karena dengan penyebaran itu terjadi pengenceran zat pencemar. Akan tetapi, dengan makin banyaknya zat pencemar yang diproduksi, efek pengenceran tidak lagi cukup sehingga daerah yang jauh akhirnya menderita juga. Jadi, cerobong tinggi sebenarnya mempunyai efek membuang zat pencemar ke halaman tetangga. Mengendalikan hujan asam ialah menggunakan bahan bakar yang mengandung sedikit zat pencemar, menghindari terjadinya zat pencemar pada waktu pembakaran, menangkap zat pencemar dari gas buangan dan penghematan energi.
1.    Bahan Bakar dengan Kandungan Belerang Rendah
Kandungan belerang dalam bahan bakar bervariasi. 11% cadangan minyak dunia, mengandung kandungan belerang yang tinggi antara 1,4-1,6%. Dengan demikian, dunia sebagian besar tergantung pada minyak yang mengandung kadar belerang yang tinggi. Penggunaan gas alam akan mengurangi emisi zat pembentuk asam, akan tetapi kebocoran gas ini melalui pipa dan tempat lain menambah emisi metan, yang merupakan gas rumah kaca yang kuat. Usaha lain lagi ialah untuk menggunakan bahan bakar alternatif yang tidak mengandung belerang dan nitrogen, antara lain, metanol, etanol dan hidrogen. Akan tetapi, penggantian haruslah dilakukan dengan hati-hati, karena penggantian itu dapat memecahkan satu masalah, tetapi menimbulkan masalah lain.
Contohnya ialah metanol yang pada pembakaran menghasilkan dua sampai lima kali lebih banyak formaldehide daripada pembakaran bensin. Zat ini diketahui mempunyai sifat karsinogenik (penyebab kanker). Apabila metanol itu diproduksi dari batu bara, proses produksi dan pembakaran metanol menghasilkan 20-160% lebih banyak CO2 daripada bensin, yang juga merupakan gas rumah kaca.
2.    Mengurangi Kandungan Belerang sebelum Pembakaran
Kadar belerang dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan menggunakan teknologi tertentu. Dalam proses produksi batubara, batubara biasa dicuci. Proses pencucian itu, yang bertujuan untuk membersihkan batubara dari pasir, tanah dan kotoran lain, juga mengurangi kadar belerang yang berupa pirit (belerang dalam bentuk besi sulfida) sampai 50- 90%. Untuk mengurangi kadar belerang organik dalam batubara lebih sulit dan memerlukan teknologi yang lebih canggih.
3.    Pengendalian Pencemaran selama Pembakaran
Beberapa teknologi untuk mengurangi emisi SO2 dan NOx pada waktu pembakaran telah dikembangkan. Salah satu teknologi itu ialah lime injection in multiple burners (LIMB). Dengan teknologi ini, emisi SO2 dapat dikurangi sampai 80% dan NOx 50%. Dalam teknologi ini, kapur diinjeksikan ke dalam dapur pembakaran dan suhu pembakaran diturunkan dengan menggunakan alat pembakar khusus.  Kapur akan bereaksi dengan belerang dan membentuk gypsum (kalsium sulfrat dihidrat). Penurunan suhu mengakibatkan penurunan pembentukan NOx, baik dari nitrogen yang ada dalam bahan bakar maupun dari nitrogen udara.
4.    Pengendalian setelah Pembakaran
Zat pencemar dapat pula dikurangi dari gas limbah hasil pembakaran. Teknologi yang sudah banyak dipakai ialah flue-gas desulfurization (FGD). Prinsip teknologi ini ialah untuk mengikat SO2 di dalam gas limbah di cerobong asap dengan absorben, yaitu yang disebut scrubbing. Dengan cara ini, 70-95% SO2 yang terbentuk dapat diikat. Kerugian cara ini ialah terbentuknya limbah. Akan tetapi, limbah itu dapat pula diubah menjadi gipsum yang dapat digunakan dalam berbagai industri. Sebuah cara lain ialah untuk menggunakan amonia sebagai zat pengikatnya sehingga limbah yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pupuk. Cara khusus untuk mengurangi emisi NOx ialah dengan Reduksi Katalitik Selektif (Selective Catalytic Reduction = SCR). Dengan cara ini 80 – 90 % NOx diubah menjadi nitrogen elementer yang dapat dilepas ke udara dengan tidak menimbulkan masalah. Akan tetapi SCR lebih mahal dari pada penggunaan pembakaran khusus dengan suhu rendah.
Perhatian juga harus diberikan pada pencemaran yang disebabkan oleh transpor, karena transpor merupakan sumber 33 – 50 % dari pencemaran total. Metode yang paling banyak digunakan ialah pengubahan katalitik (Catalytic Converter). Akan tetapi alat ini hanya berguna pada kendaraan dengan BBM benzin dan tidak pada mesin diesel. Alat ini juga tidak dapat digunakan pada benzin yang mengandung timbal (Pb) sehingga tidak dapat digunakan pada negara yang masih menggunakan bensin ini, seperti di Indonesia. Namun karena timbal merupakan zat pencemar yang beracun, oleh negara maju kendala ini justru dimanfaatkan untuk mengurangi pencemaran Pb dengan memproduksi benzin tanpa timbal. Beberapa negara malahan melarang penggunaan benzin dengan Pb. Pengubahan catalytic yang dipasang pada knalpot menggunakan campuran platinum dan rhodium sebagai katalisator. Pengubah itu mengubah CO (karbon monoksida) dan HC (hidrokarbon) menjadi karbon dioksida dan air serta mereduksi NOx menjadi gas nitrogen. Dengan alat ini emisi CO, HC, dan NOx dapat dikurangi sampai 90 %. Kelemahan pengubah ini ialah alat itu rumit dan memerlukan pengendalian yang baik campuran udara/bahan bakar pada pembakaran, dan alat ini juga cukup mahal (Yatim, 2007).

Daftar Pustaka

Gusnita, D., (2003), Deposisi Asam dan Dampaknya Terhadap Lingkungan, Berita Dirgantara, 1 (3): 21-30.
Matahelumual, B.C., (2010), Potensi Terjadinya Hujan Asam di Kota Bandung, Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, 2(1): 59-70.
Nadhifah, (2013), Pengertian dan Ciri-Ciri Hujan Asam, Kompasiana (terbit: 12/05/2013).
Odum, E.P., (1996), Dasar-dasar Ekologi (Indonesia Edition), Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Saruji, D., (1995), Pencemaran Udara (SO2, CO dan Pb) Oleh Gas Buang Kendaraan Bermotor, Konferensi Nasional XII PSL di Semarang 11 – 13 Januari 1995.
Soemarwoto, O., (1992), Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.
Yatim, E.M., (2007), Dampak dan Pengendalian Hujan Asam di Indonesia, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(1): 146-150.

Comments

Popular Posts