Rabies

Pengertian Rabies
Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus, bersifat akut serta menyerang susunan saraf pusat. Hewan berdarah panas dan manusia. Rabies bersifat zoonosis artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia dan menyebabkan kematian pada manusia dengan CFR (Case Fatality Rate) 100%. Virus rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dandisebarkan melalui luka gigitan atau jilatan.


Sejarah Rabies
Rabies merupakan penyakit hewan yang sangat terkenal, bahkan sudah dikenal sejak ribuan tahun sebelum masehi. Prasasti rabies yang berisikan aturan denda bagi pemilik anjing, yang positif rabies menggigit manusia hingga mati telah dibuat pada zaman kekuasaan raja Hamurabi (2300 SM). Rabies pada anjing dan kucing telah digambarkan oleh Democritus (500 SM) dan Aristoteles (322 SM), Celcus (100 tahun sesudah masehi) untuk pertama kalinya memperkenalkan hubungan antara gejala takut air (hidrofobia) pada manusia dengan rabies pada
hewan.

            Di Indonesia rabies pertama kali dilaporkan pada kerbau oleh Esser (1884), kemudian oleh Penning pada anjing (1889) dan oleh E.V. De Haan pada manusia (1894), selanjutnya selama pendudukan Jepang situasi daerah tertular rabies tidak diketahui dengan pasti, namun setelah Perang Dunia II peta rabies di Indonesia berubah. Secara kronologis tahun kejadian penyakit rabies mulai di Jawa Barat (1948), Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (1953), Sumatera Utara (1956), Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (1958), Sumatera Selatan (1959), D.I. Aceh (1970), Jambi dan Yogyakarta (1971), Bengkulu, DKI Jakarta dan Sulawesi Tenggara (1972), Kalimantan Timur (1974), Riau (1975), Kalimantan Tengah (1978), Kalimantan Selatan (1983) dan P. Flores (1997). Pada akhir tahun 1997, KLB (Kejadian Luar Biasa) rabies muncul di Kab. Flores Timur-NTT sebagai akibat pemasukan secara ilegal anjing dari pulau Buton-Sulawesi Tenggara yang merupakan daerah endemik rabies. Sampai dengan saat ini selain beberapa provinsi di kawasan Timur Indonesia yang tersebut diatas pulau-pulau kecil di sekeliling Pulau Sumatera masih dinyatakan bebas rabies.

Etiologi
Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk dalam familia Rhabdoviridae, genus Lyssa. Virus berbentuk peluru atau silindris dengan salah satu ujungnya berbentuk kerucut dan pada potongan melintang berbentuk bulat atau elip(lonjong).Virus tersusun dari ribonukleokapsid dibagian tengah, memiliki membran selubung (amplop) dibagian luarnya yang pada permukaannya terdapat tonjoloan (spikes) yang jumlahnya lebih dari 500 buah. Pada membran selubung (amplop) terdapat kandungan lemak yang tinggi.Virus berukuran panjang 180 nm, diameter 75 nm, tonjolan berukuran 9 nm, dan jarak antara spikes 4-5 nm.Virus peka terhadap sinar ultraviolet, zat pelarut lemak, alkohol 70 %, yodium, fenol dan klorofrom. Virus dapat bertahan hidup selama 1 tahun dalam larutan gliserin 50 %. Pada suhu 60 C virus mati dalam waktu 1 jam dan dalam penyimpanan kering beku (freezedried) atau pada suhu 4 C dapat tahan selama bebarapa tahun.
Gambar 2.1. Gambar Struktur Virus Rabies
Patogenesis
            Cara penularan melalui gigitan dan non gigitan (aerogen,transplantasi, kontak dengan bahan mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa).Cakaran oleh kuku hewan penular rabies adalah berbahaya karena binatang menjilati kuku-kukunya. Saliva yang ditempatkan pada permukaan mukosa seperti konjungtiva mungkin infeksius. Ekskretakelelawar yang mengandung virus rabies cukup untuk
Menimbulkan bahaya rabies pada mereka yang masuk gua yang terinfeksi dan menghirup aerosol yang diciptakan oleh kelelawar. Penularan rabies melalui transplan kornea dari penderita dengan ensefalitis rabies yang tidak didiagnosis pada resipen/penerima sehat telah direkam dengan cukup sering. Penularan dari orang ke orang secara teoritis mungkin tetapi kurang terdokumentasi dan jarang terjadi Luka gigitan biasanya merupakan tempat masuk virus melalui saliva, virus tidak bisa masuk melalui kulit utuh. Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Bagian otak yang terserang adalah medulla oblongata dan annon’s hoorn.
            Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian ke arah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus ini menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh dan berkembang biak dalam jaringan- jaringan seperti kelenjar ludah, ginjal dan sebagainya. Gambaran yang paling menonjol dalam infeksi rabies adalah terdapatnya badan negri yang khas yang terdapat dalam sitoplasma sel ganglion besar.
Gambar 2.2. Negri body di neuron

Gambar 2.3. Skema patogenesis infeksi virus rabies. Nomor pada gambar menunjukkan urutan kejadian

Type Rabies Pada Anjing
a. Rabies Ganas
Tidak menuruti lagi perintah pemilik.Air liur keluar berlebihan. Hewan menjadi ganas, menyerang, atau menggit apa saja yang ditemui dan ekor dilekungkan kebawah perut diantara dua paha.Kejang-ke jang kemudian lumpuh, biasanya mati setelah 4-7 hari sejak timbul atau paling lama 12 hari setelah penggigitan.
b. Rabies Tenang
Bersembunyi di tempat gelap dan sejuk.Kejang-kejang berlangsung singkat bahkan sering tidak terlihat.Kelumpuhan tidak mampu menelan, mulut terbuka dan air liur keluar berlebihan.Kematian terjadi dalam waktu singkat.

Gejala Klinis
Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium :
1. Stadium Prodromal
Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan, kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari.
2. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap ransangan sensoris.
3. Stadium Eksitas
Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala berupa eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin atau suara keras. Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang. Penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak beraturan. Kebingungan menjadi semakin hebat dan berkembang menjadi argresif, halusinasi, dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar atau kaku kejang.
4. Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan Paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.

Masa Penularan
            Masa inkubasi rabies pada anjing 10 –15 hari, dan pada hewan lain 3-6 minggu kadang-kadang berlangsung sangat panjang 1-2 tahun. Masa inkubasi pada manusia yang khas adalah 1-2 bulan tetapi bisa 1 minggu atau selama beberapa tahun (mungkin 6 tahun atau lebih). Biasanya lebih cepat pada anak-anak dari pada dewasa. Kasus rabies manusia dengan periode inkubasi yang panjang (2 sampai 7 tahun) telah dilaporkan, tetapi jarang terjadi. Masa inkubasi bisa tergantung pada umur pasien, latar belakang genetik, status immun, Strain virus yang terlibat, dan jarak yang harus ditempuh virus dari titik pintu masuknya ke susunan saraf pusat.Masa inkubasi tergantung dari lamanya pergerakan virus dari luka sampai ke otak, pada gigitan dikaki masa inkubasi kira-kira 60 hari, pada gigitan di tangan masa inkubasi 40 hari, pada gigitan di kepala masa inkubasi kira-kira 30 hari.

Pencegahan Dan Pengendalian Rabies
1.      Pencegahan
a. Pencegahan Primer
·         Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies.
·         Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk tanpa izin ke daerah bebas rabies.
·         Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies kedaerah-daerah bebas rabies.
·         Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera, 70% populasi yang ada dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus.
·         Pemberian tanda bukti atau pening terhadap setiap kera, anjing, kucing yang telah divaksinasi.
·         Mengurangi jumlah populasi anjing liar atan anjing tak bertuan dengan jalan pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan.
·         Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus didaftarkan ke Kantor Kepala Desa/Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan setempat.
·         Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter. Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai tidak lebih dari 2 meter dan moncongnya harus menggunakan berangus (beronsong).
·         Menangkap dan melaksanakan observasi hewan tersangka menderita rabies, selama 10 sampai 14 hari, terhadap hewan yang mati selama observasi atau yang dibunuh, maka harus diambil spesimen untuk dikirimkan ke laboratorium terdekat untuk diagnosa.
·         Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya yang bertempat sehalaman dengan hewan tersangka rabies.

b. Pencegahan Sekunder
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan untuk meminimalkan resiko tertularnya rabies adalah mencuci luka gigitan dengan sabun atau dengan deterjen selama 5-10 menit dibawah air mengalir/diguyur. Kemudian luka diberi alkohol 70% atau Yodium tincture. Setelah itu pergi secepatnya ke Puskesmas atau Dokter yang terdekat untuk mendapatkan pengobatan sementara sambil menunggu hasil dari rumah observasi hewan. Resiko yang dihadapi oleh orang yang mengidap rabies sangat besar. Oleh karena itu, setiap orang digigit oleh hewan tersangka rabies atau digigit oleh anjing di daerah endemic rabies harus sedini mungkin mendapat pertolongan setelah terjadinya gigitan sampai dapat dibuktikan bahwa tidak benar adanya infeksi rabies.
c.Pencegahan Tersier
Tujuan dari tiga tahapan pencegahan adalah membatasi atau menghalangi perkembangan ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan perawatan intensif yang mencakup pembatasan terhadap ketidakmampuan dengan
menyediakan rehabilitasi. Apabila hewan yang dimaksud ternyata menderita
rabies berdasarkan pemeriksaan klinis atau laboratorium dari Dinas Perternakan, maka orang yang digigit atau dijilat tersebut harus segera mendapatkan pengobatan khusus (Pasteur Treatment) di Unit Kesehatan yang mempunyai fasilitas pengobatan Anti Rabies dengan lengkap.
2.      Pengendalian
a.Aturan Perundangan
Upaya pencegaan dan pengendalian rabies telah dilakukan sejak lama, di Indonesia dilaksanakan melalui kegiatan terpadu secara lintas sektoral antara lain dengan adanya Surat Keputusan Bersama 3 Menteri yaitu Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian, dan Menteri Dalam Negeri No: 279A/MenKes/SK/VIII/1978;No:522/Kpts/Um/8/78; dan No: 143/tahun1978. Penerapan aturan perundangan ini perlu ditegakkan, agar pelaksanaan di lapangan lebih efektif dan secara tegas memberikan otoritas kepada pelaksana untuk melakukan kewajibannya sesuai dengan aturan perundangan yang ada, baik tingkat nasional, tingkat kawasaan, maupun tingkat local
b. Vaksinasi Rabies
Untuk mencegah terjadinyapenularanrabies,maka anjing, kucing, atau kera dapat diberivaksin inaktif atau yang dilemahkan (attenuated). Untuk memperoleh  kualitas vaksin yang efektif dan efisien, ada beberapa persyaratan yang harus dipenui, baik vaksin yang digunakan bagi hewan maupun bagi manusia, yakni :
Ø  Vaksin harus dijamin aman dalam pemakaian.
Ø  Vaksin harus memiliki potensi daya lindung yang tinggi.
Ø  Vaksin harus mampu memberikan perlindungan kekebalan yang lama.
Ø  Vaksin arus mudah dalam cara aplikasinya.
Ø  Vaksin harus stabil dan menghasilkan waktu kadaluwarsa yang lama.
Ø  Vaksin harus selalu tersedia dan mudah didapat sewaktu-waktu dibutuhkan.

Daftar Pustaka
Dhony Kartika Nugroho dkk, (2013), Analisa Data Surveilans Rabies (2008-2011) di Propinsi Bali, Indonesia: Bali , jurnal  6(2); 8-12.

HISWANI,(2003), jurnal Pencegahan Dan Pemberantasan Rabies, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara : SUMUT

Rahayu Asih,(2013), Jurnal RABIES, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya : Surabaya

SOEDIJAR  LESTARI Dkk,(2001), Review Rabies, Balai Besar Pengujian Mutu Dan Sertifikasi Obat Hewan(BPMSOH); Bali

Tanzil kunadi, (2014), Penyakit Rabies Dan Penatalaksanaannya, E-Journal WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan ; Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, jurnal 1(1): 1-7




Comments

Popular Posts